Selamat datang di website kami, Haidar Khotir, semoga sajian kami bermanfaat

Indahnya Birrul walidain


“Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah. Terserah maumu, apakah engkau menyia-nyiakan pintu itu atau memeliharanya.” (Al-Hadîts)

Orang tua adalah permata mulia yang dapat mengantarkan seseorang menuju surga, jika ia berbakti kepada keduanya. Namun orang tua juga bisa menjadi ‘pintu neraka’ bagi seorang anak yang berbuat durhaka kepada keduanya. Orang yang berakal tentu akan memilih ‘menjemput’ surga dengan bakti orang tua.

A. Birrul walidain ialah berbuat baik kepada kedua orang tua dan ini merupakan fitrah manusia, hewan saja yang ia tidak memiliki akal mereka mengakui orang tuanya dan bila kita durhaka kepada orang tua maka kita lebih rendah dibanding hewan. Terutama ibu kita karena rasulullah mengulangnya hingga 3x dibanding ayah terhadap yang siapa yang paling di utamakan.

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

B. Birrul walidain adalah sesuatu yang lebih utama dibanding berjihad bila orang tua tidak mengizinkan dan meminta kita untuk menemani dan merawatnya.

Dari Abu Abdirrahman yaitu Abdullah bin Mas'ud r.a., katanya: Saya bertanya kepada Nabi s.a.w.: "Manakah amalan yang lebih tercinta disisi Allah?". Beliau menjawab: "Yaitu shalat tepat waktunya."
Saya bertanya pula: "Kemudian apakah?". Beliau menjawab: "Berbakti kepada orang tua."
Saya bertanya pula: "Kemudian apakah?". Beliau menjawab: "Yaitu berjihad fisabilillah.". (Muttafaq 'alaih)

Seorang lelaki datang kepada Rasululloh kemudian berkata:" wahai Rasululloh, aku ingin berperang, aku mendatangimu untuk meminta pendapatmu." Rasul berkata : " apakah engkau masih mempunyai ibu ?" lelaki tersebut menjawab : " iya." Rasul berkata : " jangan tingalkan ibumu, karena sesungguhnya syurga berada di kakinya." dalam riwayat yg lain , " apakah engkau masih mempunyai kedua orang tua?". aku berkata : " iya." Rasul berkata : " jangan kau tingalkan keduanya karena sesungguhnya syurga dibawah kaki keduanya.". (HR. ibnu majjah, an nasa'i dan al hakim)

C. Birrul walidain, Taat kepada Orang tua selagi bukan untuk bermaksiat kepada Allah dan pergauilah dengan baik dan begitu juga masyarakat dia taat kepada pemimpin selagi tidak bermaksiat kepada Allah dan tidak menyalahi wewenang.

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. Luqman [31] : 14 - 15)

D. Birrul walidain, Bila engkau adalah seorang laki-laki dan engkau sudah menikah. maka engkau hendaknya taat kepada orang tua dan istrimu taat kepadamu.

Hadits Imam Ahmad, An-Nasa’i, Al-Hakim yang menshahihkannya, dari Aisyah r.a. berkata:
“Aku bertanya kepada Nabi Muhammad saw., siapakah manusia yang paling berhak atas seorang wanita?” Jawabnya, “Suaminya.” “Kalau atas laki-laki?” Jawabnya, “Ibunya.”
Demikian juga yang diriwayatkan Al-Hakim dan Abu Daud dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa ada seorang wanita yang bertanya:
“Ya Rasulallah, sesungguhnya anak laki-lakiku ini, perutku pernah menjadi tempatnya, air susuku pernah menjadi minumannya, pangkuanku pernah menjadi pelipurnya. Dan sesungguhnya ayahnya menceraikanku, dan hendak mencabutnya dariku.” Rasulullah saw. bersabda, “Kamu lebih berhak daripada ayahnya, selama kamu belum menikah.”

E. Birrul walidain, Bila engkau adalah seorang suami maka nafkah yang utama dahulukan adalah untuk orang tua dan keluarganya (istri dan anaknya) kemudian kerabat, dsb.

Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan". Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (QS. Al-Baqarah [2] : 215) 

‘’Dan mereka (para istri) mempunyai hak diberi rizki dan pakaian (nafkah) yang diwajibkan atas kamu sekalian (wahai para suami).’’ (HR. Muslim 2137).

F. Birrul walidain, Bila hanya saja kita mengatakan ah atau sejenis itu atau kita memalingkan muka karena tidak suka, atau sejenis itu atau kita meninggikan suara dan dari salah satu itu kita lakukan maka itu sudah menuju ke durhaka kepada orang tua. menyakitinya. Dan bila kepada orang tua hindarkanlah untuk mengeluh dan berikanlah kabar gembira. ini semua akan kita pahami jika kita sudah menjadi orang tua.

Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” (Al-Israa’ : 23-24).

G. Birrul walidain, Bila seseorang semisal orang tuanya sudah meninggal maka ia wajib berbuat baik kepada kerabat dari pihak ibu dan pihak bapak dan bersilaturahim. Bedakan antara silaturahim dan silat ukhuwah ? mana yang lebih utama.

“Bentuk kebaktian kepada orang tua yang paling tinggi, menyambung hubungan dengan orang yang dicintai bapaknya, setelah ayahnya meninggal.” (HR. Muslim no. 2552)

Hal ini merupakan salah satu bentuk berbakti kepada orang tua yang tingkatannya sangat tinggi adalah menjaga hubungan silaturahmi dengan semua keluarga yang masih kerabat dengan orang tua kita dan orang-orang yang menjadi teman dekat orang tua.

H. Birrul walidain, hendaknya kita mendoakan orang tua dalam ibadah-ibadah kita dan setiap selesai shalat.

I. Birrul walidain, birrul walidain senantiasa disandingkan dengan taat kepada Allah dan taat kepada ulil amri dan juga keridhaan Allah terletak pada keridhaan orang tua dan bersyukur kepada Allah disandingkan dengan bersyukur kepada orang tua.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,”Ridha Rabb terletak pada ridha kedua orang tua dan murka-Nya terletak pada kemurkaan keduanya.” (Riwayat Ath Thabarani, dishahihkan oleh Al Hafidz As Suyuthi)

J. Birrul walidain, beliau orang tua kita senantiasa memuliakan kita hingga saat ini maka muliakan dia sampai akhir hidupnya.

K. Birrul walidain, bila suami memberi nafkah kepada orang tua dan istrinya maka dengan taatnya istri kepada suaminya selama tidak untuk bermaksiat kepada Allah maka dapat menjadi wasilah masuk surga bagi orang tua istri.

Referensi :
Dari berbagai sumber.
https://hannikasim.files.wordpress.com/2009/06/redrose3.jpg

Memaknai Ujian Hidup

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun, (QS. Al-Mulk [67] : 2)

Setiap kita sejatinya akan menghadapi ujian di dalam hidup. Ujian hidup adalah suatu keniscayaan bagi makhluk. Allah subhanahu wata’ala menguji hamba-Nya sebagai ujian pembuktian iman seseorang.

Sebagaimana Allah berfirman,

“Alif laam miim, Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?, Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-Ankabut [29] : 1 - 3)

Ujian ataupun musibah dari ujian itu memiliki beberapa tipe dan itu bergantung bagaimana seseorang didalam menyikapinya,

1. Ujian dikatakan sebagai azab, dikatakan demikian manakala seseorang senantiasa berbuat maksiat dan hati orang yang mengalami ujian itu terasa sempit dan berburuk sangka kepada Allah.

2. Ujian dikatakan sebagai tadzkirah atau peringatan, dikatakan demikian manakala seseorang senantiasa menunda-nunda diri taubat dan Allah subhanahu wata’ala memberikan peringatan untuk kembali kepada-Nya dan taat dan hati masih ada sakit dan seseorang tersebut tidak berburuk sangka kepada Allah.

3. Ujian dikatakan sebagai pengangkat derajat seseorang, dikatakan manakala seseorang berprasangka baik kepada Allah dan bisa mengambil pelajaran dan hatinya lapang dan menjadikan sebagai sarana untuk mengangkat derajat keimanan seseorang.

Bagaimanakah watak asli dari manusia ? sejatinya watak asli manusia ialah menerima dan manakala manusia menghadapi musibah maupun ujian kemudian dia menerimanya maka hati dan jiwa akan tenang, tentram dan lapang. contohnya : ketika kita dihina bila hati menerima dengan hati yang menolak mana yang lebih membuat bahagia ? tentu hati yang menerima dan memaafkan.

Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain, (QS. Thaha [20] : 55)

Kalau kita memahami bahwasanya manusia itu asalnya dari tanah. Kita tahu tanah itu senantiasa dibawah artinya tanah itu senantiasa memiliki watak menerima. Tanah itu mau dibor, ditancap, atau dibajak atau ditanami sesuatu atau diinjak ia senantiasa menerima.

Jadi, ujian atau persoalan hidup mungkin bisa sama namun bisa jadi dua orang atau tiga orang yang mengalami ujian yang sama itu menyikapinya berbeda. Mungkin ada yang menyikapinya seperti gelas plastik manakala di jatuhkan dia tidak akan pecah, dan ada yang menyikapinya seperti gelas kaca manakala dijatuhkan dia akan mudah pecah. 

Referensi : Khutbah Jum’at bersama Ust. Drs. Syatori Abdurrauf, 9 Oktober 2015  
http://image.slidesharecdn.com/dibalikujianadaberkah-130617211020-phpapp02/95/di-balik-ujian-ada-berkah-by-asep-supriatna-asepfakhri-7-638.jpg?cb=1371503563

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes