Menjaga hati (qalbu) Didalam Mengkritik ;
Imam Ibnu Rajab berkata :
"Sedangkan kalau tujuan
dari si pengkritik itu untuk menampakkan :
- kekurangan orang yang
dikritiknya,
- merendahkan,
- menjelaskan kebodohan dan
- kekurangannya dalam
hal ilmu dan yang semisalnya
maka hal itu haram hukumnya.
Baik ia
mengkritik dihadapan orangnya atau dibelakangnya, baik dimasa hidupnya
atau setelah meninggalnya, dan perbuatan ini termasuk yang dicela oleh
Allah dan Allah mengancam setiap pengumpat lagi pencela dalam kitabNya,
dan termasuk juga sebagai orang yang dikatakan oleh Nabi shallallahu
'alaihi wasallam :
"Wahai orang-orang yang beriman dengan
lisannya dan belum beriman dengan hatinya, janganlah kalian menyakiti
kaum muslimin, dan janganlah kalian mencari-cari kekurangan-kekurangan
mereka, karena sesungguhnya barangsiapa mencari-cari
kekurangan-kekurangan mereka maka kelak Allah akan menyingkapkan
kekurangan dia (di akhirat) maka Dia akan membiarkan orang lain tahu
aibnya, meskipun di dalam rumahnya."
(H.R.Tirmidzi (Tuhfatul
Ahwadzi juz 6/180), dishahihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albani dalam
Shahih Al-Jami'us Shaghir no.7985 dan shahih Tirmidzi no.1655.)
Menjaga lisan dan perbuatan ;
Muslim yang paling baik adalah, “Seseorang yang membuat muslim lainnya
selamat dari gangguan lisan dan tangannya” (HR Muslim). Mereka menjaga
lisannya dari segala ucapan yang bisa menyakiti hati orang.
Menahan Diri dari Menyakiti Orang lain ;
Dari Abu Dzar r.a. berkata:
“Saya bertanya :”Ya Rasulullah, Amal
apakah yang paling utama?”, Nabi menjawab : “Iman kepada Allah dan
berjuang dijalanNya.” Saya bertanya : “memerdekakan hamba manakah yang
paling utama?” Nabi menjawab : “Yang paling bagus menurut pemiliknya dan
yang paling mahal harganya.” Saya bertanya:”Bagaimana kalau saya tidak
sanggup melakukannya?” Nabi menjawab: ”Tolonglah orang yang sedang
bekerja atau bantulah orang yang mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan
baik.” Saya bertanya: “Ya Rasulullah!, Bagaimana pendapat Engkau kalau
saya tidak mampu mengerjakan beberapa amal?” Nabi menjawab : “Tahanlah
dirimu dari berbuat yang mencelakakan orang lain, karena itu adalah
sedekah dari engkau kepada dirimu sendiri.”
Larangan Berbisik-bisik Berdua Tanpa Melibatkan Orang Ketiga ;
“Apabila
kamu bertiga, maka janganlah dua orang di antara kamu saling
berbisik-bisik tanpa mengajak yang lainnya, hingga mereka bercampur
dengan orang-orang, karena hal tersebut akan menyakitinya.” (Muttafaq
‘Alaih) - See more at:
http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2013/05/14/24539/saat-bertiga-dua-orang-jangan-berbisikbisik-sendiri-tanpa-yang-satu/#sthash.P6CSTqAR.dpuf
Dan
juga hadits Abdullah bin Mas’ud, beliau berkata : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “ Apabila klian
terdiri atas tiga orang maka janganlah dua orang berbicara rahasia tanpa
menyertakan yang ketiga, hingga berada dikerumunan orang banyak karena yang
seperi itu akan membuatnya bersedih “
Menjaga Hati Dengan Menundukkan Pandangan (Ghadhul Bashar) ;
Menjaga Hati Dengan Menundukkan Pandangan (Ghadhul Bashar) ;
“Apabila
kamu bertiga, maka janganlah dua orang di antara kamu saling
berbisik-bisik tanpa mengajak yang lainnya, hingga mereka bercampur
dengan orang-orang, karena hal tersebut akan menyakitinya.” (Muttafaq
‘Alaih) - See more at:
http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2013/05/14/24539/saat-bertiga-dua-orang-jangan-berbisikbisik-sendiri-tanpa-yang-satu/#sthash.P6CSTqAR.dpuf
“Hindarilah duduk-duduk di pinggir jalan!” Para sahabat bertanya,
“Wahai Rasulullah bagaimana kalau kami butuh untuk duduk-duduk di situ
memperbincangkan hal yang memang perlu?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam menjawab, “Jika memang perlu kalian duduk-duduk di situ, maka
berikanlah hak jalanan.” Mereka bertanya, “Apa haknya?” Beliau menjawab,"
- Tundukkan pandangan,
- tidak mengganggu,
- menjawab salam (orang lewat),
- menganjurkan kebaikan, dan mencegah yang mungkar.”
(HR. Muslim no. 2161)
Mengapa kemudian Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk menghindari duduk-duduk di pinggir jalan, satu diantaranya karena susahnya untuk bisa menundukkan pandangan (ghadhul bashar) apalagi duduk-duduk di pinggir jalan yang merupakan area berlalu-lalangnya orang untuk lewat.
Bukan hanya menundukkan pandangan dari lawan jenis saja, menundukkan pandangan juga menundukkan pandangan terhadap materi atau barang.
Ketika kemudian seseorang lewat disekitar kita sedang kita duduk-duduk di pinggir jalan maka kita tidak bisa menghindari kemuliaan barang tersebut. Ketika yang lalu-lalang adalah orang yang sederhana dan ada juga yang mewah itu cukup berpengaruh membawa nuansa hati kita seperti cemas, membuat hati kurang nyaman, iri, ingin memiliki , dengki dan sebagainya.
Menahan Diri Dari Tulisan-tulisan Yang Buruk ;
Dengan perkembangan internet saat ini dengan sarana-sarana untuk menulis seperti menulis di blog, menulis di web, menulis status dan komentar di facebook dan twitter dan sebagainya. Maka tulislah dan berkomentarlah yang baik dan membangun.
Manakala seseorang menulis status di facebook misalnya, maka akan banyak orang yang melihat bisa sampai jutaan dan juga bisa juga dikomentar. Dan status dan komentar tadi bisa bermaksud su'uzhan dan tidak memiliki pengaruh yang positif. Semisal status atau gambar yang niatnya baik atau positif bisa menjadi negatif manakala komentarnya yang negatif dan bisa juga sebaliknya. Maka tulislah dan berkomentarlah yang baik dan membangun.
Menahan Diri Dari Perkataan Yang Buruk ;
Ada orang yang mungkin memiliki tabiat seperti lalat, ya kotor gitulah. Kalau membahas kejelekan seseorang itu minatnya tinggi, apalagi jika memiliki pembendaharaan kata yang banyak dan apalagi kalau sudah terlatih. Yuk, kita jauhi sifat seperti ini.
:: Berkatalah yang baik atau diam, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alihi wasallam,
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)
“Apabila
kamu bertiga, maka janganlah dua orang di antara kamu saling
berbisik-bisik tanpa mengajak yang lainnya, hingga mereka bercampur
dengan orang-orang, karena hal tersebut akan menyakitinya.” (Muttafaq
‘Alaih) - See more at:
http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2013/05/14/24539/saat-bertiga-dua-orang-jangan-berbisikbisik-sendiri-tanpa-yang-satu/#sthash.P6CSTqAR.dpuf
:: Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya, Raudhah Al-‘Uqala wa Nazhah Al-Fudhala, hlm. 45,
“Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara, karena betapa banyak orang yang menyesal karena bicara dan sedikit yang menyesal karena diam. Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan pikirannya tidak mau jalan”.
Beliau berkata pula di hlm. 47,
“Orang yang berakal seharusnya lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya.
Dia perlu menyadari bahwa dia diberi dua telinga, sedangkan diberi hanya satu mulut, supaya dia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Sering kali orang menyesal pada kemudian hari karena perkataan yang diucapkannya, sementara diamnya tidak akan pernah membawa penyesalan.
Menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan itu lebih mudah daripada menarik perkataan yang telah terlanjur diucapkan.
Hal itu karena biasanya apabila seseorang tengah berbicara maka perkataan-perkataannya akan menguasai dirinya.
Sebaliknya, bila tidak sedang berbicara maka dia akan mampu mengontrol perkataan-perkataannya.”
“Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara, karena betapa banyak orang yang menyesal karena bicara dan sedikit yang menyesal karena diam. Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan pikirannya tidak mau jalan”.
Beliau berkata pula di hlm. 47,
“Orang yang berakal seharusnya lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya.
Dia perlu menyadari bahwa dia diberi dua telinga, sedangkan diberi hanya satu mulut, supaya dia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Sering kali orang menyesal pada kemudian hari karena perkataan yang diucapkannya, sementara diamnya tidak akan pernah membawa penyesalan.
Menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan itu lebih mudah daripada menarik perkataan yang telah terlanjur diucapkan.
Hal itu karena biasanya apabila seseorang tengah berbicara maka perkataan-perkataannya akan menguasai dirinya.
Sebaliknya, bila tidak sedang berbicara maka dia akan mampu mengontrol perkataan-perkataannya.”
Menjauhkan Diri Atas Perkara Ghibah ;
Ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang
muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan).
Baik dalam
keadaan soal jasmaninya, agamanya, kekayaannya, hatinya, ahlaknya,
bentuk lahiriyahnya dan sebagainya. Caranya-pun bermacam-macam. Di
antaranya dengan membeberkan aib, menirukan tingkah laku atau gerak
tertentu dari orang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-ngolok.
:: Ghibah Itu Keji dan Kotor
Secara bahasa, ghibah berarti menggunjing. Banyak orang meremehkan masalah ghibah, padahal dalam pandangan Allah ia adalah sesuatu yang keji dan kotor.
"Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan
dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa
dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain.
Dan janganlah
sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain (ghibah). Sukakah salah seorang di
antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."
(QS. Al-Hujurat: 12)
:: Keutamaan Mencegah Ghibah
Wajib bagi orang yang hadir dalam majlis yang sedang menggunjing orang
lain, untuk mencegah kemungkaran dan membela saudaranya yang
dipergunjingkan.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam amat menganjurkan
hal demikian, sebagaimana dalam sabdanya. "Artinya : Barangsiapa menolak
(ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah
akan menolak menghindarkan api Neraka dari wajahnya". (HR Ahmad)
"Tidaklah seseorang menutupi aib orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak." (HR. Muslim)
:: Pengecualian Ghibah
:: Pengecualian Ghibah
Dalam kitab Riyadhushsholihin karya Imam Abu Zakariya An-Nawawi atau yang dikenal Imam Nawawi, menjelaskan pengecualian Ghibah yakni dalam enam perkara:
1.Mengadukan kezaliman seseorang kepada hakim.
2. Untuk membantu menghilangkan kemungkaran. Seperti halnya orang yang berkata "Diharapkan bagi yang mempunyai kemampuan untuk melenyapkan kemungkaran ini. fulan telah berbuat demikian"
3. Meminta fatwa kepada mufti. Seperti ayah, saudara atau siapa yang telah menganiayanya kemudian meminta pendapat dan solusi dari seorang mufti. atau kasus yang lain yang berhubungan dengan ahkam syar'iyyah.
4. Memperingatkan muslimin dari kejelekannya. Di antaranya menyingkap aib para perawi yang bermasalah. Bahkan ini bisa wajib.
5.Seseorang melakukan kesyirikan, kemaksiatan, kefasikan atau bid'ah Secara Terang-terangan, maka dibolehkan mengungkapnya.
6. Untuk mengenalnya. Karena mungkin julukan seperti Al-A'raj (pincang), Al-A'ma. Diharamkan jika hal itu dimaksudkan untuk merendahkan.
Referensi :
Terinspirasi Kajian Ust. Ridwan Hamidi di Masjid Kampus UGM
http://www.firanda.com/index.php/artikel/wejangan/579-antara-nasehat-dan-keikhlasan
http://wide-wallpapers.net/love-potion-wide-wallpaper/
http://pustaka.abatasa.co.id/pustaka/detail/muamalah/27-macam-perilaku-islami/892/hati-hati-dengan-lisan.html
https://www.facebook.com/BiroPerjalananHajiPlusDanUmroh/posts/448244668585115
http://al-atsariyyah.com/wp-content/uploads/2008/11/bermajelis.doc
http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/bicara-baik-atau-diam.html
http://www.voa-islam.com/read/muslimah/2013/11/08/27496/6-perkara-ghibah-yang-diperbolehkan-apa-saja-sih/#sthash.zkVbTgh5.dXUvzQ0T.dpbs
http://id.wikipedia.org/wiki/Ghibah
http://www.bersamadakwah.com/2014/01/keutamaan-menutup-aib-saudara.html
http://ilmuamal.blogdetik.com/umum/ghibah/
http://ilmuamal.blogdetik.com/umum/ghibah/