Selamat datang di website kami, Haidar Khotir, semoga sajian kami bermanfaat

Memahami Supaya Tidak Ingkar Terhadap Takdir



Ingkar dalam bahasa Arab itu memiliki arti menolak, tidak mau menerima atau bisa dikatakan tidak mau mengakui.

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Demi Dzat yang jiwa Ibnu Umar berada di Tangan-Nya, andaikata salah seorang dari mereka memiliki emas sebesar gunung Uhud, kemudian ia menginfakkannya di jalan Allah, niscaya Allah tidak akan menerimanya,hingga ia beriman dengan takdir.” (HR. Muslim)

Jawaban Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya oleh malaikat Jibril tentang apa itu iman, yaitu,

“Engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir, dan engkau beriman dengan takdir, yang baik dan yang buruk.” (HR. Muslim)

Iman itu adalah engkau beriman kepada Allah, beriman kepada malaikat-Nya, beriman kepada kitab-kitab-Nya, beriman kepada rasul-Nya, beriman kepada hari akhir, beriman kepada Qadha dan Qadar-Nya yakni takdir baik dan buruk. Dan kesemuanya ini tercangkup menjadi rukun iman dan tidak boleh didalam kita mengimani keenam rukun iman ini kita menguranginya, jadi harus keseluruhannya kita imani. Didalam keenam rukun iman ini pula tidak boleh kita pilah dan pilih dan mengabaikan rukun iman yang lain. Dan beda kadarnya dengan rukun islam. Kalau rukun islam itu sesuai kemampuan karena mungkin disebabkan oleh uzur syar'i dan semisalnya, contohnya : puasa, zakat dan haji. Dan yang wajib kita penuhi ialah syahadat dan shalat.

Iman adalah sesuatu yang sifatnya wajib. Orang yang beriman adalah orang yang meyakini segala sesuatu yang terdapat dalam rukun iman dan orang yang beriman itu mampu mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah. Jadi orang yang beriman itu beriman dan memiliki keyakinan.

Keyakinan atau yaqin itu sendiri dibagi menjadi tiga tingkatan, yakni :

[1] 'Ilmu yaqin (ini merupakan tingkatan paling dasar)
[2] Haqqul yaqin (tingkatan pertengahan)
[3] 'Ainul yaqin (tingkatan yang tertinggi)

'Ilmu yaqin adalah seperti seseorang yang mengatakan didaerah lembah itu terdapat atau ada airnya. Haqqul yaqin itu seperti seseorang yang mengatakan didaerah lembah itu terdapat airnya dan kemudian dia berjalan keatas dan melihat ada air yang mengalir. 'Ainul yaqin itu seperti seseorang yang mengatakan didaerah lembah itu terdapat airnya dan kemudian dia berjalan keatas dan melihat ada air yang mengalir dan kemudian dia mengambil air dan meminum air tersebut.

Seseorang ada yang tidak memenuhi 3 hal diatas. Dan yang paling tinggi atau kuat didalam keyakinan ialah orang yang 'Ainul yaqin. Bagi orang-orang yang beriman maka harus meyakini 100 % kebenaran al-qur'an dan itu dirasakan bagi orang-orang yang yakin. Keimanan manusia itu bertingkat-tingkat. Dan yang kuat dan istiqomah diantara merekalah yang mampu mengamalkan konsekuensi dari iman itu.

Perkataan ‘Umar bin al-Khattab tentang Abu Bakar, Beliau mengatakan: “Seandainya keimanan Abu Bakar  ditimbang dengan keimanan penduduk bumi (selain para Nabi dan Rasul) maka sungguh keimanan beliau  lebih berat dibandingkan keimanan penduduk bumi”  (Atsar riwayat Ishaq bin Rahuyah dalam “Musnadnya” (no. 1266) dan al-Baihaqi dalam “Syu’abul iimaan” (no. 36) dengan sanad yang shahih).

Bila seseorang sudah mengamalkan shalatnya dengan benar maka ia akan mampu ber-amar ma'ruf nahi mungkar dan dia melakukan itu.

Orang yang beriman dan ia yakin itu laksana seorang yang dikatakan kepadanya supaya dia melemparkan uang 10.000 kedalam kotak kemudian dia mendapatkan 100.000 setelahnya. Dan orang perlu yakin dan tidak bertanya-tanya. Dan manakala dia betul-betul mengalaminya maksudnya mendapatkan 100.000 maka dia hatinya tanpa diliputi keraguan. Orang yang beriman itu tanpa bertanya-tanya dan tidak teramat pusing sebagaimana orang yang berfilsafat yang apa-apa diteliti dan kalau udah melihat baru dia mengamalkan. Orang yang beriman itu sami'na wa atha'na kepada apa-apa yang datangnya dari Allah dan rasul-Nya sehingga jadilah ia istiqomah.

Iman kepada takdir ialah kita meyakini apapun yang terjadi atau segala sesuatu yang ditentukan, diciptakan, yang terjadi dan diijinkan itu datangnya dari Allah subhanahu wata'ala. Dan sungguh orang beriman adalah orang yang menakjubkan sebagaimana sabda rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,

“Sungguh menakjubkan urusan orang yang beriman, semua urusannya adalah baik. Tidaklah hal itu didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila dia tertimpa kesenangan maka bersyukur. Maka itu baik baginya. Dan apabila dia tertimpa kesulitan maka dia pun bersabar. Maka itu pun baik baginya.” (HR. Muslim)

Kita perlu bermuhasabah (introspeksi diri) disetiap ketetapan yang Allah tetapkan maka selalu ada hikmah kecuali bagi orang-orang yang mengingkarinya. Allah itu maha baik dan Maha kasih sayang dan tidak ada maksud Allah memberikan keburukan bagi kita dari ujian yang ada dan disetiap ujian yang Allah berikan itu selalu ada hikmah. Berhubungan dengan masalah takdir ini banyak diantara hikmah itu yang tidak bisa dicapai oleh logika dan juga kita jangan memaksa diri kita dan akal kita tidak bisa menjangkaunya. Dan banyak dari takdir itu diluar jangkauan dan diluar batas kemampuan manusia dan kita tidak bisa memahami hikmah dan disetiap hikmah itu mendatangkan kebaikan bagi kita.

Rukun Takdir, yakni :

[1] Al-'Ilmu (ilmu) ialah segala sesuatu hal yang terjadi itu diketahui oleh Allah dan pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu.
[2] Al-Kitaabah (penulisan) ialah segala sesuatu yang terjadi , apapun itu sudah ditulis oleh Allah dan Allah menetapkan takdir 50.000 tshun sebelum diciptakannya langit dan bumi.
[3] Al-Iraadah dan Al Masyii-ah (Keinginan dan Kehendak) ialah segala sesuatu yang terjadi dan kehendaki oleh Allah.
[4] Al-Khalq (penciptaan) ialah segala sesuatu diciptakan oleh Allah termasuk ketetapan dan takdir, dsb.

Maka ingkar terhadap takdir itu ada dua macam, yakni :

[1] Ingkar yang sifatnya keyakinan (i'tiqad) walaupun dia melakukan.

Contohnya : ketika seseorang dihadapkan pada takdir yang buruk kemudian ia mengatakan ini semua atas kesalahan saya (seharusnya ia mengatakan ini semua yang terjadi pada saya ialah kehendak Allah) walaupun dia mengucapkan innalillah namun dia mengingkari dalam hatinya dengan ucapan ini semua atas kesalahan saya.

[2] Hati meyakini takdir namun perbuatan tidak mencerminkan yang diyakini.

Referensi :
Kajian Tauhid bersama Ust. Abu Ayyub
http://wanitasalihah.com/meski-berinfak-sebesar-uhud-allah-tidak-menerimanya/
https://matasalman.wordpress.com/tag/orang-yang-beriman/
http://muslimah.or.id/aqidah/memahami-pernyataan-aku-beriman-kepada-allah.html
https://abu0mushlih.wordpress.com/2009/05/23/pelajaran-perihal-iman/
https://abuabdurrohmanmanado.wordpress.com/2012/12/07/sikap-wara-berhati-hati-dan-menjauhi-harta-yang-haram/
https://elmonita.files.wordpress.com/2013/05/hidup.jpg

0 komentar:

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes