Selamat datang di website kami, Haidar Khotir, semoga sajian kami bermanfaat

Menyelami Dasar Fiqih



A. Dalam Permasalahan Muamalah

Definisi Muamalah

Kata “muamalah” dalam etimologi bahasa Arab diambil dari kata (العمل) yang merupakan kata umum untuk semua perbuatan yang dikehendaki mukallaf.

(mukallaf adalah muslim yang dikenai kewajiban atau perintah dan menjauhi larangan agama (pribadi muslim yang sudah dapat dikenai hukum). Seseorang berstatus mukallaf bila ia telah baligh dan tidak mengalami gangguan jiwa maupun akal.)

Kata “muamalah” dengan wazan (مُفَاعَلَة) dari kata (عامل) yang bermakna bergaul (التَّعَامُل).

Adapun dalam terminologi ahli fiqih dan ulama syariat, kata “muamalah” digunakan untuk sesuatu di luar ibadah, sehingga “muamalah” membahas hak-hak makhluk dan “ibadah” membahas hak-hak Allah.

Hukum aslinya

Kaidahnya : "Hukum dari segala sesuatu adalah halal atau boleh, kecuali ada dalil yang melarang (ada dalil yang mengharamkannya)."

"Bumi Allah yang kita tempati ini adalah suci. dan mana saja yang najis tidak boleh."
Sehingga kita dituntut untuk bersikap kritis 
Semisal : "Apakah Makanan ini halal atau haram,apakah ada dalil yang mengharamkannya?, kalau tidak ada dalil yang mengharamkannya maka itu halal, dan jika ditemukan walau hanya satu dalil dari Al-Qur'an atau As sunnah saja yang mengharamkannya maka itu haram.

Contoh : "Apakah kodok haram atau halal dan bolehkah dijadikan obat ?

Perihal "kodok" sebagaimana yang anda tanyakan, disebut dalam hadits riwayat Ahmad, Abu Daud dan Nasa-i, bahwa shahabat Abdur-Rahman bin Utsman berkata : Ada seorang dokter yang menyebut obat pada Rasulullah, yang diantaranya menyebut "kodok" sebagai obat, maka Rasulullah saw melarang untuk membunuh kodok ". 

Imam Ali As-Syaukani (pengarang buku " Nailul Authar "), setelah menyebutkan hadits tersebut lalu berkata : larangan Rasulullah saw untuk membunuh kodok tersebut, menunjukkan HARAMNYA MAKAN KODOK ". dan setiap yang haram untuk dimakan, haram untuk dijadikan sebagai OBAT.


B. Dalam Permasalahan Ibadah

Definisi Ibadah

Definisi menurut bahasa, “Ibadah secara bahasa berarti perendahan diri, ketundukan dan kepatuhan."

Sedangkan menurut istilah Syar'i

Definisi terbaik dan terlengkap adalah apa yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan,

“Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya

baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir). Maka shalat, zakat, puasa, haji, berbicara jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali kekerabatan, menepati janji, memerintahkan yang ma’ruf, melarang dari yang munkar, berjihad melawan orang-orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di perjalanan), berbuat baik kepada orang atau hewan yang dijadikan sebagai pekerja, memanjatkan do’a, berdzikir, membaca Al Qur’an dan lain sebagainya adalah termasuk bagian dari ibadah. Begitu pula rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, inabah (kembali taat) kepada-Nya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya untuk-Nya, bersabar terhadap keputusan (takdir)-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, merasa ridha terhadap qadha/takdir-Nya, tawakal kepada-Nya, mengharapkan rahmat (kasih sayang)-Nya, merasa takut dari siksa-Nya dan lain sebagainya itu semua juga termasuk bagian dari ibadah kepada Allah."

Adapun dalam terminologi ahli fiqih dan ulama syariat, kata “muamalah” digunakan untuk sesuatu di luar ibadah, sehingga “muamalah” membahas hak-hak makhluk dan “ibadah” membahas hak-hak Allah.

Hukum aslinya

Kaidahnya : "Hukum asal ibadah adalah haram (pasti tertolak), kecuali ada dalil yang memerintahkannya (harus ada dalil, Ibadah itu dituntut dalil)."

Contoh kasus :
Seseorang kemudian berkata, Shalat subuh empat raka'at boleh kan...kan banyak melakukan kebaikan itu baik ..kan tidak ada Dalil yang melarang berarti boleh? wah, parah ni, kita katakan kepada orang yang seperti itu "Mana dalilnya ?Mana Dalil yang memerintahkan ? (Harus sesuai kaidahnya)"

C.Perselisihan dalam Fiqih (Khilafiyah).

Khilafiyah adalah perbedaan pendapat di kalangan ummat beragama itu sendiri, baik mengenai hukumnya, tata cara dalam melakukan ibadah dan yang lainnya.

Adapun sebab-sebab perselisihan yang paling pokok yakni

1. Tidak sampainya dalil.

Mungkin sampainya dalil ke Imam Malik namun tidak sampai ke Imam Abu Hanifah, Mungkin sampainya dalil ke Imam Syafi'i namun tidak sampai ke Imam Ahmad.

Ada sahabat yang mendengar Hadits atau ada juga yang tidak.

Pada kisah ini Umar bin Khathtab menjawab salam namun tidak terdengar oleh Abu Musa.
Berdasarkan dalil yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Ketika aku bertemu Abu Musa, Umar bertanya, “Apa yang mengahalangimu untuk masuk rumahku?”, aku katakan, “Aku sudah minta izin kepadamu tiga kali, namun aku belum juga diberi izin, kemudian aku pun pergi. Rasulullah SAW pernah bersabda: “Apabila salah seorang kalian meminta izin tiga kali dan belum juga diberi izin, maka hendaklah ia kembali pulang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Perbedaan bacaan.

Hurufnya sama , tapi beda bacaannya

Contohnya :

"...فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ..."
Artinya : "...Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu..." ( Q.S.  Al-Baqarah [2] : 222)

Penjelasan :

فَإِذَا تَطَهَّرْنَ  ("Faidzaa Tathahharna" menurut jumhur ulama, maksudnya : kalau sudah suci dan sudah mandi baru boleh dicampuri).

فَإِذَا تَطْهُرْنَ ("Faidzaa Tathhurna" menurut Imam Abu Hanifah, maksudnya : kalau sudah suci (walau belum mandi) boleh dicampuri).

3. Perbedaan Penafsiran

Contohnya :

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

Artinya : "Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan." 
( Q.S. Al-Wâqi´ah [56] : 79)

Menurut yang memperbolehkan, "orang-orang yang disucikan" adalah malaikat dan yang tidak boleh disentuhnya adalah al-Qur’an yang ada di Lauh al-Mahfudz.

Sedangkan menurut yang mengharamkan "orang-orang yang disucikan" adalah manusia dan yang tidak boleh disentuhnya adalah al-Qur’an yang ada di dunia.

Pendapat ini diperkuat oleh surat nabi kepada Amar bin Hazm yang berbunyi : "Tidak boleh menyentuh al-Qur’an kecuali orang yang suci" . Maka jelaslah al-Qur’an yang dimaksud disini adalah al-Qur’an yang ada di dunia.

4. Perbedaan Pemahaman

Contohnya :

Ketika Rasulullah s.a.w. bersabda kepada para sahabat:

"Janganlah kalian shalat Ashar melainkan di Bani Quraizhah."

Para sahabat dengan segera berusaha untuk menjangkau Bani Quraizhah sebelum Ashar, namun ketika tiba waktu Ashar mereka masih dalam perjalanan.

Sebahagian mereka mengatakan: kita tidak boleh shalat Ashar kecuali di Bani Quraizhah, karena ini adalah perintah Rasulullah s.a.w. 

Namun, sebahagian lagi mengatakan: tidak, kita harus shalat Ashar di manapun kita berada apabila tiba waktunya, 

Rasulullah s.a.w berkata demikian karena menghendaki agar kita segera sampai ke Bani Quraizhah.

Maka sebahagian dari mereka ada yang shalat Ashar dan sebahagian yang lain tidak.

Ketika sampai di Bani Quraizhah mereka mengadukan perkara ini kepada Rasulullah s.a.w. Rasulullah s.a.w tersenyum dan membenarkan kedua belah pihak.

D. Sejarah Pembukuan Ushul Fiqh

Ushul fiqh artinya sumber atau dasar fiqh.

Ilmu Ushul Fiqh adalah kaidah-kaidah yang digunakan dalam usaha untuk memperoleh hukum-hukum syara' tentang perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci. 

Dan usaha untuk memperoleh hukum-hukum tersebut, antara lain dilakukan dengan jalan ijtihad. Sumber hukum pada masa Rasulullah SAW hanyalah Al-Qur'an dan As-Sunnah (Al-Hadits)

Pada penghujung abad kedua dan awal abad ketiga Imam Muhammad Idris al-Syafi’i (150 H-204 H) tampil berperan dalam meramu, mensistematisasi dan membukukan Ushul Fiqh.

E. Ahkamul Khamsah (Hukum yang Lima)

Ahkamul Khamsah mulai berkembang pada saat "Ushul Fiqh" berkembang yakni sekitar 200 H.

“Mahkum fiihi adalah perbuatan orang mukallaf yang berhubungan dengan hukum Allah (hukum syara’).”
Para ahli Ushul Fiqih menyebutnya dengan Ahkamul Khamsah (hukum yang lima) yaitu:

1. Yang berhubungan dengan ijab dinamai wajib.
2. Yang berhubungan dengan nadb dinamai mandub/ sunat
3. Yang berhubungan dengan tahrim dinamai haram
4. Yang berhubungan dengan karahah dinamai makruh
5. Yang berhubungan dengan ibahah dinamai mubah.

Secara lengkap sudah dijelaskan pada sub bab sebelumnya.

Contoh firman Allah SWT :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa.” (QS al-Baqoroh/2 : 183)
Firman Allah SWT di atas berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf yaitu berpuasa, status hukumnya adalah wajib.

Contoh lain, firman Allah SWT :

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina, sesungguhnya zina itu merupakan perbuatan keji dan jalan yang buruk.” (QS Al-Isra’/17 : 32)

Firman Allah di atas berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf, yaitu mendekati zina. Status hukumnya adalah haram.

F. Bagaimana Membedakannya Antar Ahkamul Khamsah ?,

Hukum itu dikatakan Wajib manakala berupa :
- Perintah
- Ancaman
- Tidak Pernah ditinggalkan (oleh Nabi s.a.w)

Hukum itu dikatakan Sunnah manakala, sama seperti wajib,jika ada salah satu yang tidak ada dalam syarat wajib.

Hukum itu dikatakan Haram manakala berupa :
- Larangan
- Tidak dikerjakan (oleh Nabi s.a.w)
- Ada Ancaman

Hukum itu dikatakan Makruh manakala, sama seperti haram, jika ada salah satu yang tidak adda dalam syarat haram.

Hukum itu dikatakan Mubah manakala tidak ada dalil yang melarang atau tidak ada dalil yang memerintahkannya (jika dua syarat Wajib dan Haram tidak terpenuhi).

Referensi:
Terinspirasi Kajian KMFM  - Fiqih- 22 November 2013 di Mushala MIPA Utara
http://ekonomisyariat.com/fikih-ekonomi-syariat/kaidah-dasar-memahami-fikih-muamalah-maliyah-fikih-ekonomi-islam.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Mukallaf
http://konsultasisyariah.net/component/option,com_konsya/task,detail/id,698/
http://id.wikipedia.org/wiki/Ibadah
http://wawasan-infopendidikan.blogspot.com/2012/05/bagaimana-menyikapi-khilafiyah-di-dalam.html
http://alislamu.com/tips/5673-begini-adab-bertamu-sesuai-tuntunan-nabi.html
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7mo9emQMIb6wd7gAD4i0XbEbElbxLr_ApGrQxpTfV6GegLHx1DreCN4CBnpovfwd4vqiZYo8p2S1wSlUGC8OSzRzBlLXW4souxSgYlGZQqCrKTGacixBB07fED2m23q9cMzZHejXjgKg/s1600/samudera+diatas+awan.jpg
http://pustaka.abatasa.co.id/konsultasi/detail/103/maksud-ayat:-layamassuhu-illa-al-muthahharun
http://mutiarazuhud.wordpress.com/tag/khilaf/
http://matakul.blogspot.com/2011/08/sejarah-perkembangan-ushul-fiqh.html

0 komentar:

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes