A. Hukum dan Tatacaranya
Hutang-piutang ini hukumnya adalah boleh
sesuai dengan sunnah Nabi saw. Sabda Rasulullah saw adalah: “Tidaklah seorang muslim yang memberikan pinjaman atas hartanya kepada seorang muslim sebanyak dua kali kecuali seperti bershodaqoh satu kali.”(HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
Menyangkut hutang piutang sebaiknya disertai dgn surat perjanjian secara tertulis, baik menyangkut jumlah dan jatuh tempo pembayarannya.
Hutang-piutang ini hukumnya adalah boleh
sesuai dengan sunnah Nabi saw. Sabda Rasulullah saw adalah: “Tidaklah seorang muslim yang memberikan pinjaman atas hartanya kepada seorang muslim sebanyak dua kali kecuali seperti bershodaqoh satu kali.”(HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
Menyangkut hutang piutang sebaiknya disertai dgn surat perjanjian secara tertulis, baik menyangkut jumlah dan jatuh tempo pembayarannya.
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya.
Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah
orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya.
Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari
orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh)
seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai,
supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang
itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu,
lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada
tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika
mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak
ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila
kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit
menyulitkan.
Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
*Bermuamalah ialah
seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.
|
Dan sangat
diharamkan/dilarang untuk membungakan uang dari persyaratan utang piutang ini
(riba).
B. Do'a ketika dililit Hutang
Abu Said Al-Khudhri radhiyallahu ’anhu
bertutur: “Pada suatu hari Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam masuk
masjid. Tiba-tiba ada seorang sahabat bernama Abu Umamah radhiyallahu ’anhu
sedang duduk di sana. Beliau bertanya: ”Wahai Abu Umamah, kenapa aku melihat
kau sedang duduk di luar waktu sholat?” Ia menjawab: ”Aku bingung memikirkan
hutangku, wahai Rasulullah.” Beliau bertanya: ”Maukah aku ajarkan kepadamu
sebuah do’a yang apabila kau baca maka Allah ta’aala akan menghilangkan
kebingunganmu dan melunasi hutangmu?” Ia menjawab: ”Tentu, wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda,”Jika kau berada di waktu pagi maupun sore hari, bacalah do’a:
“Allahumma innii a-’udzubika minal hammi
wal hazani, wa a-’udzubika minal’ajzi wal kasali, wa a-’udzubika minal jubni
wal bukhli, wa a-’udzubika minal ghalabatiddiini wa qahri-rrijaal.”
”Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah
dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku
berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.”
Kata Abu Umamah radhiyallahu ’anhu: ”Setelah membaca do’a tersebut, Allah
berkenan menghilangkan kebingunganku dan membayarkan lunas hutangku.” (HR Abu Dawud 4/353)
C. Bahaya Berhutang
Memiliki hutang bukanlah kondisi yang
menyenangkan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam sendiri bahkan berlindung
kepada Allah ta’ala dari hutang seraya berkata:
“Seseorang jika sudah berhutang dia akan
berbohong ketika berkata, dan menyelisihi ketika berjanji." (HR. Abu
Dawud)
Maksudnya disini adalah: kemungkinan dia
untuk berdusta dan menyelisihi janji sangatlah besar karena biasanya ketika dia
merasa kesulitan melunasi hutang dia harus menggunakan berbagai cara untuk
menunda-nunda pembayaran termasuk berbohong dan mengingkari janji.
Hadits diatas sudah cukup sebagai alasan bagi seorang muslim untuk
sebisa mungkin menghindari hutang.
Referensi:
Terinspirasi Kajian Al Hidayah oleh Ustadz Abu Abdirrahman, 3 April 2013
http://jofania.wordpress.com/2010/01/23/doa-mengatasi-utang/
http://www.belajarislam.com/antara-hutang-dan-tawakal/
http://www.indosuara.com/wp-content/uploads/2012/09/hutang1.jpg (dengan editan)
http://www.indosuara.com/wp-content/uploads/2012/09/hutang1.jpg (dengan editan)
0 komentar:
Posting Komentar