Renungan diri terhadap keseimbangan hidup, diantaranya,
1. Keseimbangan antara berfikir dan dzikir,
Renungilah, berapa kali dalam satu hari kita meluangkan waktu kita
untuk berdzikir ?.Lebih banyak yang mana antara berdzikir ataukah
berfikir ?.Sebagai contoh : ketika seorang imam membaca surat yang
panjang pada rakaat pertama dan kedua, apa yang kita rasakan ? .
Apakah dengan penuh keikhlasan kita menikmati setiap rakaat dalam shalat kita atau kita mengatakan begitu lamanya shalat ini? , jangan lama-lama deh membaca suratnya . Berapa lama kita berdzikir dan apakah kita sudah khusyuk di dalam berdzikir kepada Allah?. Misalkan : kita luangkan waktu kita minimal 15 menit setelah shalat, rasanya masih begitu sulit. Jarang sekali kita memikirkan tentang yang satu ini yakni berdzikir. Kita sering kali lebih banyak berfikir. Namun amat jarang sekali berdzikir.
Apakah dengan penuh keikhlasan kita menikmati setiap rakaat dalam shalat kita atau kita mengatakan begitu lamanya shalat ini? , jangan lama-lama deh membaca suratnya . Berapa lama kita berdzikir dan apakah kita sudah khusyuk di dalam berdzikir kepada Allah?. Misalkan : kita luangkan waktu kita minimal 15 menit setelah shalat, rasanya masih begitu sulit. Jarang sekali kita memikirkan tentang yang satu ini yakni berdzikir. Kita sering kali lebih banyak berfikir. Namun amat jarang sekali berdzikir.
Dari SD hingga SMA, bahkan sampai Perguruan tinggi kita
disekolahkan oleh orang tua supaya kita pintar, dan pintar mengacu pada
aspek berfikir. Apa yang bisa dikata jika para pejabat korupsi, para
siswa mencontek UN dan para pemimpin tidak memperhatikan nasib rakyatnya
? hal itu terjadi karena mereka- tidak mau berdzikir, mereka
mengandalkan aspek berfikir namun melupakan aspek berdzikir. Seberapa
besar kita mencurahkan waktu-waktu kita untuk berdzikir?.
Hanya
dengan dzikrullah hati kita menjadi tenang, tentram. Dengan tentramnya
pikiran kita, hati kita. Kita bisa jauh lebih jernih untuk berfikir dan
selalu ada kesinambungan dan hubungan antara berdzikir dan berfikir.
Dengan itu pulalah kita bisa menjadi manusia yang bukan hanya berfikir
namun juga berdzikir. Oleh karena itu sangat dibutuhkan keseimbangan
antara berfikir dan berdzikir supaya kita bisa menapaki diri kita
sebagai Khalifah dimuka bumi dengan sebaik-baik amal perbuatan dan
senantiasa kita bisa menjauhkan diri kita dari perbuatan yang
tercela.Sehingga muaranya adalah kita bisa menjadi insan yang bukan
hanya bahagia di dunia namun juga di akhirat.
Kita sering memperhatikan kebutuhan jasmani yang lebih disingkat 3-an
: sandang, papan dan pangan. Apakah kita terlupa dengan kebutuhan yang
satu ini ?, yakni kebutuhan rohani.Sering kita melihat pamflet ataupun
poster mengenai “kajian” . Dan “kajian” tersebut gratis, lalu apa yang
menghalangi kita untuk menghadiri. fasilitas tentan kebutuhan rohani
mudah didapat seperti streeming radio, radio muslim, rekaman kajian dan
artikel kajian dan semacam itu. namun apa yang menghalangi kita untuk
memperoleh kebutuhan rohani?.
3. Keseimbangan antara hablum minallah dan hablum minannas.
Hablum minallah (erat hubungannya dengan , hubungan hamba dengan
Allah Sang Khalik) dan hablum minannas (erat hubungannya dengan,
hubungan antar sesama).Diperlukan keseimbangan jangan sampai kuat
sebelah, ketika kita serius untuk hablum minallah , jangan sampai
melupakan kita dengan hablum minannas, begitupun ketika kita serius
untuk hablum minannas, jangan sampai kita tidak punya waktu untuk hablum
minallah.
Sebuah Pesan :
Tanamlah Padi, maka tanaman yang ada disekitarnya seperti rumput pun
akan tumbuh, namun janganlah menanam rumput, padi takkan tumbuh.Intinya
bahwa “insya Allah jika kita berusaha untuk kehidupan akhirat, insya
Allah pula dunia akan kita dapat. namun jika kita berusaha mendapatkan
dunia, maka yang akan diperoleh adalah yang kita usahakan untuk dunia.”
Referensi:
Terinspirasi Jum'atan
di Masjid Al-Hidayah , 19 April 2013
0 komentar:
Posting Komentar