Selamat datang di website kami, Haidar Khotir, semoga sajian kami bermanfaat

Tantangan dan Bagaimana Mendidik Anak dalam Islam


Ketika anak berada pada usia 0 s.d. 4 tahun maka berikanlah berbagai informasi yang baik dan tidak perlu ragu karena pada saat itu otak lebih cepat melebihi cyber optik.

“Wahai Orang-orang yang beriman periharalah dirimu dan keluargamu dari neraka.”

Larangan meninggalkan anak yang lemah (Baca QS. An-Nisa : 9)

Beberapa Tantangan Zaman yang merusak anak diantaranya,

  1. Pornografi dan Pornoaksi ; Prostitusi menghantui rumah kita
  2. Kecanduan Games mampu menghancurkan semangat belajar dan konsentrasi
  3. Kekerasan di sekolah dan lingkungan berakibat menghancurkan mental dan kepribadian anak.
  4. Ideologi dan agama yang membahayakan aqidah anak
  5. Rokok, Narkoba dll

Imam Ibnu Qayyim berkata,

Betapa banyak orang yang menyengsarakan anaknya, buah hatinya di dunia dan akhirat karena ia tidak memperhatikannya, tidak mendidiknya namun justru memfasilitasi syahwat (keinginannya), dia mengira telah memuliakan anaknya padahal dia telah merendahkannya. Dia juga mengira telah menyayangi anaknya padahal dia telah menzhaliminya. Maka hilanglah bagiannya pada anak itu di dunia dan akhirat.
Jika Anda amati kerusakan pada anak-anak, penyebab utamanya adalah ayah. (Tuhfatul maudud 1/242)

Renungkan...

Apakah membekali anak hanya dengan kecerdasan akademis bisa menghadapi semua tantangan zaman ?

Diantaran kebutuhan anak didalam menghadapi kehidupan ialah :

  1. Keimanan yang kuat dan aqidah yang benar sehingga anak tak mudah goyah oleh godaan dunia.
  2. Karaker atau sikap mental yang kokoh supaya anak memiliki kemampuan menyelesaikan masalah, percaya diri, tidak mudah putus asa, mau bekerja sama, kreatif, dll.
  3. Kecerdasan emosi bermanfaat supaya anak memiliki karakter sabar dan komunikatif.

Karakter dan life skill dibangun melalui interaksi bersama anak setiap hari.

Diantara hasil didikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

  1. Usamah bin Zaid, menjadi panglima pada usia 18 tahun melawan tentara romawi dan mengalami kemenangan.
  2. Abdullah bin Abbas, sudah disertakan dalam musyawarah urusan yang berat di usia remaja. Menyadarkan 20 ribu khawarij dalam satu majelis. Dan ketika ia dewasa menjadi gubernur di Bashrah.

Tradisi keilmuan pada masa kejayaan islam,

Pada Usia 8 s.d. 10 tahun sudah hafal Al-Qur’an. Ketika usia belasan tahun sudah mendalami ilmu hadits, fikih , bahasa dll. Ketika usia 20-an mereka sudah menjadi orang besar.

Diantara penghafal Al-Qur’an di usia dini,
  1. Imam Syafi’i (150 H s.d. 204 H). Hafal Al-Qur’an di usia 7 tahun
  2. Imam Ath-Thabari (224 H s.d. 310 H), ahli tafsir. Hafal Al-Qur’an di usia 7 tahun. Usia 8 tahun menjadi imam shalat. Menulis hadits usia 9 tahun.
  3. Ibnu Qudamah (541 H s.d. 620 H). Hafal Al-Qur’an di usia 10 tahun.
  4. Ibnu Sina (370 H s.d.  428 H), Hafal Al-Qur’an umur 5 tahun.
  5. Ibnu Khaldun (732 H s.d. 808 H). Hafal Al-Qur’an di usia 7 tahun.
  6. As-Suyuti (w : 911 H). Hafal Al-Qur’an sebelum umur 8 tahun, Umar bin Abdul Aziz hafal Al-Qur’an saat masih kecil.
  7. Ibnu Hajar Al-Atsqailani (w:852 H) hafal Al-Qur’an di usia 9 tahun.
  8. Jamaluddin Al-Mizzi (w: 742 H). Hafal Al-Qur’an saat kecil.
Diantara cara mendidik anak yakni :

1. Menasihati dan mengajari saat berjalan bersama

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah guru pertama. Saat beliau memberikan pelajaran, beliau memperhatikan faktor usia dan kemampuan pikirannya. Oleh karena itu, beliau memberikan pengetahuan yang dapat ditampung oleh pemahaman anak dan dapat dicerna oleh pikirannya. Dengan demikian, ilmu itu pun berbekas dalam hati dan tergerak untuk melaksanakannya ke dalam kehidupan. Sebagai buahnya, ilmu dalam dirinya selalu seiring dengan amal.

2. Menarik perhatian anak dengan ucapan lembut

Diantara faktor penumbuh rasa percaya diri anak dan peningkat semangat spiritual serta kondisi psikologisnya ialah memanggil anak dengan namanya, bahkan memanggilnya dengan nama yang paling bagus, dengan julukannya atau dengan sifat baik yang dimiliki si anak.

3. Menghargai mainan anak dan tidak melarangnya bermain

Al Ghazali, "Hendaknya anak dibiasakan berjalan kaki, bergerak dan berolahraga pada sebagian waktu siang agar tidak menjadi anak yang pemalas.

Adanya kaitan yang kuat antara kesehatan jasmani dan kecerdasan.

4. Tidak membubarkan anak yang sedang bermain

Selain penting bagi pertumbuhan mental dan fisik anak, permainan mereka diperlukan sebagaimana orang dewasa memerlukan pekerjaan. Pikirlah dahulu untuk membubarkan mereka saat bermain. kalau untuk memperingatkan karena waktu yang tidak tepat atau membahayakan diri dan orang lain, lakukan dengan penuh bijaksana.

5. Tidak memisahkan anak dari keluarganya

Abu Musa berkata, "Rasulullah melaknat orang yang memisahkan seorang ibu dan anaknya serta antara seseorang dengan saudaranya." Rasulullah juga melarang seseorang duduk di tengah-tengah antara seorang ayah dan anaknya dalam suatu majelis. beliau bersabda, "Janganlah seseorang duduk diantara seorang ayah dan anaknya dalam sebuah majelis.

6. Jangan Mencela Anak

 Al Ghazali,’’ janganlah mengarahkan anak dengan celaan karna anak akan menjadi tarbiasa dengan celaan dan tambah berani melakukan melakukan keburukan.Hendaklah seorang pendidik selalu menjaga dibawa dalam bicara dengan anak .Untuk itu , janganlah ia sering mencela , kecuali sesekali saja bila diperlukan.Hendaknya sang ibu membuat anaknya segan pada ayahnya serta membantu sang ayah mencegah anak dari melakukan ke burukan.’’

7.Mengajarkan Akhlak Mulia

Ibnul Qayyim berkata,’’Di antara aspek yang sangat perlu di perhatikan dalam pendidikan anak adalah persoalan akhlak. Sebab anak akan tumbuh sesuai dengan kebiasaan yang di tanamkan oleh pendidik di masa kecilnya."

8.Mendoakan Kebaikan, Menghindari Doa keburukan bagi sang anak.

Rasulullah SAW bersabda ,’’Ada tiga macam doa yang tidak diragukan lagi,pasti diterima ,yaitu doa orang yang teraniaya ,doa seorang musafir,dan doa orang tua(guru) kepada anaknya .’’ (HR.Tirmidzi).

Orang tua harus dapat mengawal penuh lisannya agar tidak keluar ancaman atau ucapan yang bisa menjadi doa keburukan bagi anak.

9.  Meminta izin berkenaan dengan hak anak

Sahl bin Sa’ad meriwayatkan bahwa disajikan kepada Rasulullah segelas minuman, lalu beliau meminumnya, sedang disebelah kanan beliau terdapat seorang anak dan disebelah kirinya terdapat orang tua. Sesudah minum, beliau bertanya kepada si anak, “Apakah engkau setuju bila aku memberi minum mereka terlebih dahulu ?” Ia menjawab, “Tidak, demi Allah, aku tidak akan memberikan bagianku darimu.” Rasulullah pun menyerahkan wadah itu ke tangannya.

10. Mengajari anak menyimpan rahasia

Abdullah bin Ja’far bercerita, “Pada suatu hari Rasulullah memboncengku di belakangnya. Beliau kemudian membisikkan suatu pembicaraan kepadaku agar tidak terdengar oleh seorang pun.”

11. Makan bersama anak sembari memberikan pengarahan dan meluruskan kekeliruan mereka

Hudzaifah berkata, “Bila kami menghadiri jamuan makan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kami tidak berani meletakkan tangan kami terlebih dahului sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan tangannya padanya.”

12. Berlaku adil kepada anak, tanpa membedakan laki-laki atau perempuan

Sudah menjadi kewajiban kepada ayah untuk berlaku adil kepada sesama anaknya dalam urusan-urusan lahiriah yang dapat dilihat dan diketahui oleh anak-anaknya bahkan dalam hal kasih sayang yang bersifat lahiriah. Adapun jika itu ada berkaitan dengan perasaan hati orang tua ada kecenderungan yang lebih kepada salah seorang daripada anak-anaknya maka sang ayah tidak berdosa dalam hal ini.

14. Gali potensi mereka

Menggali potensi yang dimiliki anak agar berkembang dan menjadi sarana percaya diri anak.

15. Mengajari adzan dan shalat

Mengenai shalat, Rasulullah bersabda, “Ajarilah anak-anak kalian shalat sejak usia 7 tahun dan pukullah ia karena meninggalkannya bila telah berumur 10 tahun.”

16. Mengajari anak sopan santun dan keberanian

Diantara keberanian yang beretika ialah anak tidak dibiarkan berbuat sesuatu dengan sembunyi-sembunyi. Al Ghazali mengatakan, "Anak hendaknya dicegah dari mengerjakan apa pun dengan cara sembunyi-sembunyi. Sebab, ketika anak menyembunyikannya berarti dia meyakini perbuatan tersebut buruk dan tidak pantas dilakukan."

Referensi :
Kajian bersama Ust. Arif Rahman Hakim di Masjid Mardliyyah UGM.
Gambar : www.alfatihschool.net

0 komentar:

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes